setiap luka mengajarkanku untuk tertawa

Senin, 22 Juni 2015

Cinta (tak) butuh kepastian (?)

Cara mencintai tiap orang tentu berbeda. Aku lebih pada tipe yang mencintai dengan ego. Terkadang aku tak peduli seperti apa aku tersakiti, kalau aku cinta, ya tetap cinta. Lambat laun aku diberi banyak pelajaran dari rasa sakit dan ditinggalkan.
Cinta itu untuk membuat bahagia, bukan sebaliknya. Cinta itu memberi rasa nyaman, bukan kecemasan. Cinta itu membuat tertawa, bukan terluka.
Lalu, apa artinya mencintai tanpa kepastian? Padahal cinta tak perlu menunggu untuk disambut. Cinta seperti magnet yang bergumul pada medannya.
Aku ingat suatu ketika seseorang datang dan memberikanku cinta. Aku pantas terkejut tapi tak kutolak. Kusambut hadirnya. Namun seseorang itu perlahan membiarkan cinta yang telah kugenggam ini memudar. Tanpa patah kata dan alasan, lalu ia menghilang.
Sekali lagi, aku tak paham maksud mencintai tanpa kepastian.
Haruskah membiarkan sebuah cinta menunggu?

Sabtu, 20 Juni 2015

Sebuah maaf..



Aku memaafkanmu, aku memaafkan perlakuanmu terhadapku, aku memaafkan diriku sendiri karena begitu bodoh mencintaimu seperti ini, aku memaafkan caramu tidak mencintaiku lagi dan pergi memilihnya, aku memaafkan diriku karena masih mengingatmu, aku memaafkanmu yang tega meremukkan hatiku, aku memaafkan diriku karena membencimu, aku memaafkanmu karena lebih menjaga hatinya dan bukan aku, aku memaafkan diriku yang menangis untukmu, aku memaafkanmu untuk semuanya, aku memaafkan diriku untuk kesalahanku, ini semua menjadi pelajaran berharga bahwa cinta memberi pengaruh besar dalam hidupku. Cinta bisa membuatku gila. Cinta membuatku begitu terluka. Cinta begitu lucu hingga aku bisa tertawa sampai menangis dan menjadi candu atasnya. Cinta juga yang membuatku rela melepasmu bersamanya. Melihat kebahagiaanmu dengan cinta yang lain. Sedangkan aku dengan cintaku sendiri.


Salam tanpa dendam,


Aku, yang (pernah) mencintaimu dengan sangat.

Minggu, 05 Oktober 2014

bisikan di dalam kepala

Tidakkah menyakitkan untuk mengharapkan hal-hal yang besar?
Tidakkah gila nantinya menghadapi kenyataan yang tak sesuai?
Aku bahkan tak tahu apakah mampu menghadapi hujan kerikil itu
Entah bagaimana caranya?
Bisikan itu selalu muncul, menelurkan pertanyaan-pertanyaan tanpa henti
Yang jawabannya mesti kugali sendiri lewat perjalanan hidup ini
Ah!
Tuhan...
Apa yang tersembunyi?

Hidup terlalu mudah jika tahu cara bermainnya, ya?
Maka Kau buat berselimut misteri
Permainan ini berakhir atau tidaknya tergantung pemain
Diam di tempat, Jalan terus, atau mati
Tak ada yg sepenuhnya tahu
Semuanya kembali menjadi yang tak terjawab dan berputar di kepala

Rabu, 12 Maret 2014

(?)

Di mana Tuhan titipkan kebahagiaanku?
Pada apa?
Langit kelabu?
Rintik hujan?
Pelangi setelahnya?
Atau dedaunan yang menari kala musim gugur?
Lalu di mana teduh mata yang menyeka kesedihan?
Dekap yang senantiasa meredupkan segala keresahan?
Aku merindukannya.
Kamu...

Selasa, 04 Desember 2012

Dinding membias.

Pada dinding yang kutatap, membias wajah, merambat kerinduan dari jari-jari yang kuraba diatasnya, matanya yang teduh mengisyaratkan kehangatan pada malam yang beku, lalu sebuah senyum menyungging dari ujung bibir, diiringi ucapan lirih 'aku rindu kamu'..
Dalam lorong imaji, mimpi serupa nyata, biarlah dinding tetap membiaskan wajah kerinduan itu, penawar rindu yang kian menggebu..
Ruang jadi saksi, malam, angin, bintang, semesta, dalam irama detik yang memetik sunyi, kubiarkan diriku lena atas imaji tentangmu, kekasih..